oleh Saiful Guci Dt.Rajo Sampono
Presiden RI Pertama Ir. Soekano pernah berkata "Berpikir seperti orang Minang, bekerja seperti orang Jawa, dan berbicara seperti orang Batak" adalah sebuah ungkapan bukan sebuah perintah atau ajakan untuk meniru karakter suku tertentu, melainkan sebuah metafora untuk menggambarkan kombinasi sifat-sifat unggul dari tiga suku besar di Indonesia.
Bagi generasi Minangkabau menghadapi abad ke-21 harus meningkat kemampuan berpikir kritis, kreatif, kolaborasi, dan pemecahan masalahdengan pendekatan AMSTEA bertujuan untuk mempersiapkan generasi yang berlandasan adat dan agama Minangkabau serta mampu berkarir di bidang teknologi, sains, dan rekayasa.
AMSTEA singkatan dari, Adat ,Matematika,Sains, Teknologi, engineering dan dan Agama. Istilah AMSTEA merujuk pada pendekatan pendidikan interdisipliner. Pendekatan ini menekankan pada pengintegrasian ilmu pengetahuan alam takambang jadi guru dengan perhitungan matematika, teknologi dan rekayasa dalam konteks dunia nyata yang tidak melupakan landasan agama agar manusia berbudi.
Bagi orang Minangkabau adat dan Agama merupakan dasar karena l-Qur’an memerintahkan kita melakukan apa yang disebut tadabbur—berpikir dengan hati-hati dan seksama tentang Al-Qur’an. Al-Qur’an menyebut,”Maka tidakkah mereka menghayati (tadabbur) Al-Qur’an?” (QS 4: 82). Al-Qur’an menuntut kita untuk berpikir dan merenungkan Kitabullah itu sendiri, dan begitu juga pada penciptaan langit dan bumi, “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi” (QS 3: 191).
Selain pengaruh globalisasi dan perubahan disain pembelajaran dalam masyarakat Minangkabau, faktor penting lainnya adalah terjadinya perubahan sistem pemerintahan etnis yaitu masyarakat adat Minangkabau hanya mengenal pemerintahan Nagari pada mulanya kemudian diseragamkan menjadi sistem pemerintahan Desa yang membawa implikasi serius dalam Masyarakat Minangkabau (Hanani, 2015). Lebih lanjut menurut Hanani, sistem pemerintahan desa telah meminggirkan norma dan nilai-nilai asli adat dan budaya Minangkabau, termasuk cara-cara bermusyawarah diganti dengan voting, ini menimbulkan polemik dan konflik disamping menghancurkan wibawa hukum adat dan secara keseluruhan berdampak kepada sistem sosial masyarakat Minangkabau. Walaupun sistem pemerintahan Desa telah dikembalikan ke sistem pemerintahan Nagari, namun dampak tatanan sosial yang ditimbulkan hingga hari ini tidak serta merta dapat ditata kembali ke kondisi sebelum pemerintahan Desa yang harmonis mudah dicapai. Berbagai permasalahan akibat pergeseran nilai-nilai budaya di Minangkabau telah berimplikasi luas
Dalam kehidupan sekarang dengan mempergunakan yang namanya Kecerdasan Buatan Kecerdasan buatan (AI) adalah kemampuan sistem komputer untuk meniru kecerdasan manusia, seperti belajar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. AI mencakup berbagai teknik yang memungkinkan mesin untuk belajar dari data dan membuat kesimpulan tanpa diprogram secara eksplisit untuk setiap tugas. AI dapat digunakan dalam berbagai aplikasi, mulai dari pengenalan suara dan wajah hingga chatbot dan asisten virtual.
Dengan Kecerdasan AI genrasi sekarang apat belajar melalu komputer atau audio dari HP mereka yang ditonton tentang Matematika,Sains, Teknologi, Rekayasa, dan dan Agama.
Tinggal lagi masalah Adat yang perlu diberikan kepada generasi mendatang, yang belum ada dalam Kecerdasan Buatan, karena adat Minang menyebutkan Adat basandi Syarak, Syarak basandi Adat (ABS-SBK) yang salingka nagari.
Untuk mempersiapkan perlindungan masyarakat adat Minangkabau kemarin Niniak mamak,Alim ulama, cadiak pandai, dan Bundo Kanduang se alam Minangkabau menginkan suruikan siriah ka gagangnyo, pulangkan pinang ka tampuakknyo bertempat di rumah gadang Dt. Bandaro Kuniang Limo Kaum Batu sangkar Kabupaten Tanang datar , Minggu 29 Juni 2025 yang dihadir lebih kurang 400 orang para Niniak mamak,Alim ulama, cadiak pandai, dan Bundo Kanduang. Dengan Ketua Panitia Gunardi dt. Kondo Marajo
Kalau dahulunya kita memakai istilah “mambakik batang tarandam” kenyataan sampai sekarang susah mambangkiknya karena mungkin “ tongue “ pangkal batang terlalu kuat mencekam di dalam tanah yang telah berpayau ( berlumpur)
Atas usul dari Saiful Guci Dt. Rajo Sampono dari Pandai sikek, kita coba mulai sekarang di ubah pendekatan dengan dibalikkan melalu I “Hanyuikan Batang tarandam supayo sampai ka muuaro”. Maksudnya kita berikan kesempatan yang muda energik seperti :Efrizon Dt.Inaro, Dr.Wendra Yunaldi dll agar tujuan bisa tercapai sehingga yang tua tinggal mendoronya agar cepat berjalannya.
Peraturan “perundang-undangan yang mengatur Pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum belum sepenuhnya sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 NRI. Hal ini dikarenakan di peraturan perundang-undangan yang mengatur pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, tidak mengatur sepenuhnya dari hak-hak yang harus di peroleh masyarakat hukum adat. Karena dari hak itu akan terciptanya kesejahteran masyarakat hukum adat di Minangkabau.”
1. Kedudukan hukum Hak Tradisional Masyarakat Minangkabau sangat kuat, selain sudah tercantum dengan jelas pada konstitusi,””UU lainnya seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah,” dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa” dan Putusan MK, juga adanya fakta yang kuat di lapangan bahwa Masyarakat Adat Minangkabau telah mempunyai sistem hukum sendiri yang sudah mapan jauh sebelum negara Indonesia berdiri.
2. Terjadinya malpraktek hukum oleh Lembaga Hukum yaitu sistem hukum yang seharusnya mewujudkan praktik hukum yang sistematis, hirarkis dan terstrukur dalam pengakuan dan perlindungan Masyarakat adat, yang terjadi justru pemerintah melakukan intervensi dalam tatanan Masyarakat dengan dengan menerbitkan Perda dan membentuk Lembaga Adat versi Pemerintah.
3. Bentuk pengakuan dan perlindungan bagi Masyarakat adat Minangkabau baru terwujud secara parsial dengan adanya beberapa Perda terkait Masyarakat adat, yaitu Perda Penguatan Lembaga Masyarakat Adat, Perda Tanah Ulayat, Perda Muatan Lokal pada pembelajaran di sekolah-sekolah.
4. Pembentukan Perda tentang Penetapan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Minangkabau adalah suatu keniscayaa dan suatu kebutuhan yang sangat mendesak menyikapi perkembangan situasi dan kondisi masyarakat adat Minangkabau di tengah perkembangan zaman dan berbagai tantangan saat ini dan ke depan.
Saran dan Rekomendasi
Pemerintah sudah saatnya menjadikan hukum adat sebagai bagian rekonstruksi hukum negara dengan mengakui hukum adat berlaku terbatas di wilayah adat masing-masing. Masyarakat adat dan pihak terkait seperti Pemerintah Daerah, DPRD, Akademisi, Pemangku Adat, Ulama, Cendikiawan dan Pakar Hukum yang berasal dari Sumatera Barat, perlu duduk Bersama membahas keberlanjutan Masyarakat Adat Minangkabau yang sangat terikat dengan Adat dan Budayanya dan menyegerakan Penyusunan Ranperda Penetapan Pengakuan dan Perlindungan Hak Tradisional Masyarakat Adat Minangkabau. Semangat untuk mengembalikan tatanan masyakarat adat kembali ke asalnya sejalan dengan munculnya gerakan kesadaran agar “siriah suruik ka gagangnyo, pinang pulang ka tampuaknyo”, sebuah alasan yang sangat logis sesuai dengan realitas masyarakat adat Minangkabau yang dikenal sebagai sesuatu “yang tak lapuk karena hujan, tak lekang karena panas.” Keterikatan Masyarakat adat tidak hanya dari sisi sistem adat, akan tetapi juga terikat dengan tanah ulayat mereka, dimana tanah ulayat kaum disebut sebagai Pusako, sebagai bagian tak terpisahkan dari gelar Sako, Marwah kaum turun temurun yang tidak boleh hapus kecuali keturunan dalam kaum
Ujud maksud dari pertemuan adalah merancang sebuah peraturan daerah Propinsi Sumatera Barat tentang ‘Penetapan Pengakuan Dan Perlindungan Hak Tradisonal Masyarakat Adat Minang Kabau yang akan di usulkan ke Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalu Gubernur atau dan DPRD Sumatera Barat.
Berdasarkan Pemerintah Republik Indonesia telah membuat rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Masyarakat Adat dimana Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta menghormati identitas budaya dan hak masyarakat tradisional selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
Sebelum keluarnya peraturan daerah Propinsi Sumatera Barat tentang Penetapan Pengakuan Dan Perlindungan Hak Tradisonal Masyarakat Adat Minang Kabau, Maka Pemerintah Kabupaten/KkotaDaKota Dapat juga terlebih dahulu Membuat rancangan Perda tentang Penetapan Pengakuan Dan Perlindungan Hak Tradisonal Masyarakat seperti yang dilakukan oleh banyak daerah di Indonesia.
Dalam hal ini Daerah Provinsi dan Kabupaten telah memulai mebuat Peraturan Daerahnya tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Tradisional Masyarakat Hukum Adat di bebrapa daerah di Indonesia seperti :
No. Provinsi/Kab/Kota Nama dan Nomor Perda
1 Kalimantan Selatan PERDA Prov. Kalimantan Selatan No. 2 Tahun 2023
2 Kab. Tanah Bumbu PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2024
3 Kab. Pulau Pisang PERDA NO 1 TAHUN 2023
4 Kab.Sorong Perda No.10 Tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat
5 Kab. Bengkayang Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat
6 Papua Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 22 Tahun. 2008 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Sumber Daya. Alam Masyarakat Hukum Adat Papua
7 Kab. Kapuas Hulu Perda No. 13 th 2018
8 Kab. Sanggau PERATURAN DAERAH NOMOR 1 TAHUN 2017
TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT
9 Kab. Malinau PERDA NOMOR 10 TAHUN 2012. TENTANG. PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK-HAK MASYARAKAT ADAT
10 Kab. Luwu Utara Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 ; Tentang, : Pengakuan Masyarakat Hukum Adat
Ujud Nanti masing-masing nagari dapat pula membuat peraturan nagarinya agar perlindungan Limbago di masing-masing Nagari tumbuh kembali. Dalam penerapan Adat nan qawi" dalam konteks budaya Minangkabau merujuk pada adat yang kuat, kokoh, dan tidak mudah diubah. Ini adalah adat yang telah teruji oleh waktu, memiliki aturan yang jelas, dan menjadi dasar dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Ungkapan "Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah" (Adat bersendikan syariat, syariat bersendikan Al-Qur'an)
Kemudian diharapkan bagi Daerah dapat membuat Buku pengangan Muatan Lokal Daerah yang disesuaikan dengan adat salingka daerah/Nagari yang disesuaiakan Capaian Pembelajarannya yang selaras dengan umur dan pikiran anak-anak SD, SLPTP dan SLTA serta Perguruan Tinggi.
Bagi saya pribadi yang pernah mengajar Budaya Alam Minangkabau sejak tahun 1991 untuk tingkat SD, SLTP , SLTA dan di Perguruan Tinggi dengan judul Keminangkabau perlu di susun kembali silabusnya.
Masak padi rang Singkarak,
Masaknyo batangkai tangkai,
Satangkai tak Ado nan hampo
Kabek sabalik babuhue sintak,
Sulik urang ka maungkai,
Tibo rang punyo rarak sajo.
Ditulis kembali, di Sumber Percakapan (SP) Kasiah Bundo Pulutan.
30 Juni 2025

