Yhohannes Neoldy. Diberdayakan oleh Blogger.
Minggu, 06 Juli 2025

TIGA ORANG DOKTOR ANGKAT SUARA LANDASAN HUKUMNYA KONSTITUSI

 

            


Oleh:Sts.Dt.Rajo indo. S.H, M.H

 Adat dan budaya Minangkabau semen jak dicetuskan oleh arsitekturnya menjadi pedoman dalam hidup dan kehidupan. Pa tokan itu membuat bumi sanang padi man jadi, taranak bakambang biak. Bahkan  mande kayo bapak barado nan mamak di hormati urang pulo, kini.


Oleh karena itu lumbrahlah hak-hak ma syarakat tradisional dihormati selaras de ngan perkembangan zaman dan perada ban. Budaya nasional dibentuk bila ada bu daya lokal yang membahayakan persatuan bangsa. Justru setiap yang akan merusak harus ditiadakan dari bumi persada ini.



     Sebaliknya yang terjadi dewasa ini seba gaimana pantun adat. Bulek guluongnyo daun nipa, bulek nyato bapasagi. Diliek li pek indak barubah, di dalamnyo lah tabuok-tabuok tiok ragi.

Sehubungan dengan itu dari acara silaturahmi antara limbago adat Minangkabau di rumah Dt. Bandaro Kuniang, Minggu 29 Juni 2025 ada cuplikan. Dalam acara itu para peserta mendukung pengadministra sian tanah "Ulayat" dan menolak pendafta ran tanah "Ulayat" . Disamping itu akan me ngajukan draf hukum pidana adat Minang kabau ke-Gubernur.


Pendukungan dan penolakan tersebut berkumandang dari peserta yang bukan oleh pemangku adat Sumatera Barat saja. Akan tetapi juga dari peserta yang datang dari Provinsi lain. Karena yang Minangka bau hampir meliputi 5 (lima) Provinsi me nurut administrasi pemerintahan.

Antara lain hadir Raja dari Kerajaan Negeri Padang Tebing Tinggi Sumatera Utara Tengku M.Khuzamri Amar Dt.Mufti. Dt.Ra jo Dubalai dari Muaratakui Provinsi Riau, Dt.Setiawangsyah dari kedatuan Batu Bara, Yayat Wahyu dari Sek.Dinas Pendidikan Provinsi Sumbar. IR.Shadiq Pasadigoe selaku anggota DPRI dll nya.

Peserta yang melimpah ruah itu hingga tidak tertampung oleh rumah adat tersebut sampai ketenda-tenda yang disediakan panitia penuh oleh peserta. Malah ada yang duduk diatas batu, duduk diatas rumput mendukungan pengadministrasian tanah Ulayat itu.  Bahkan ada yang sambil tegak dan berdiri menyatakan mendukung peng administrasian tanah Ulayat tersebut.



Hal itu bertolak dari pemaparan maka lah oleh Dr.Wendra Yunaldi, S.H, M.H. yang menyangkut dengan tanah Ulayat. Karena pencatatan tentang data fisik akan memberi petunjuk untuk generasi mendatang. Makanya para peserta mendukung pengadmi nistrasian itu dengan segala kearifannya.


 Sebaliknya dampak negatif terhadap pendaftaran tanah Ulayat yang berimbrio akan menghilangkan nikmat hasil dari pemeliharaan tanah Ulayat itu bagi generasi mendatang ditolak. Sebab siapa lagi yang akan membentengi, menjaga dan memeli hara anak cucu yang akan kehilangan hak menikmati pada masa mendatang itu.


Generasi yang akan lahir itu tidak obah nya dengan generasi yang menjaga, meme lihara dan menikmati hasil dari pemelihara an itu dewasa ini. Berikutnya wajib mewa riskan tanah Ulayat tersebut kepada gene rasi pelanjutnya. Justru hukum adat tidak ada menyatakan Hak Milik atas tanah Ulayat.


Oleh sebab itu terjadilah penolakan atas pendaftaran tanah "Ulayat" tersebut karena bakal memberi tampuk atas tanah "Ulayat" itu untuk dijinjing. Orang yang menjinjing itu akan membuat status dan fungsi tanah Ulayat bergeser dari yang ditentukan oleh hukum adat.  Sementara Psl 18 "B" ayat (2) dari Undang-undang dasar (UUD) negara mengakui dan menghormati kesatuan-ke satuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tridisionalnya. 


Karena itu spanduk acara bertemakan  "Sirieh pulangkan ka-gagangnyo, Pinang pulangkan ka-tampuoknyo. Tujuannya, agar Minangkabau tidak rusak binaso. Se lanjutnya keutuhan limbago adat  Minangkabau dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya secara utuh. 


Tanah Ulayat itu statusnya tetap dan posisinya sebagai harta pusako tinggi. Pusako Tinggi itu tidak dibolehkan oleh hukum adat untuk dibagi-bagi. Apalagi disertifikat kan yang didalam sertifikat itu sudah pasti ada nama pemiliknya dan itu yang membu at hilangnya Hak generasi penerus dalam menikmati hasil dari tamah Ulayat.


Disamping itu Dr.H.Roberia, S.H, M.H, mengatakan, sekarang peluang nyata untuk kepastian hukum adat dalam inisiasi pera turan daerah (Perda) tindak pidana adat. Di jelaskannya tentang hukum adat yang berkaitan  menyangkut tingkah laku yang memiliki sanksi namun tidak dikodifikasikan. 

Hukum adat itu hidup dan berkembang di masyarakat. Hukum adat itu mempunyai sanksi dan memiliki akibat hukum. Hukum adat sebagai kumpulan dari aturan yang di implementasikan melalui keputusan- kepu tusan.



Menurut putra Luhak Agam itu UU No.1 tahun 2023/KUHP Pasal 1 ayat (1) tidak ada menyebutkan suatu perbuatan yang dapat dikenai sanksi pidana kecuali atas kekuatan peraturan pidana yang telah ada sebelum perbuatan itu. Disamping itu Pa sal 2 ayat (1) dari UU 1/2023 KUHP terse but tidak ada pula mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat. Hu kum yang hidup dalam masyarakat adalah hukum yang tidak tertulis namun masih berlaku dan berkembang dalam kehidu pan. 


Oleh karena itu menjelang diberlakukan UU 1/2023 KUHP kita diberi waktu untuk melahirkan ketentuan hukum pidana adat. Dari itu tidak perlu disia-siakan peluang besar yang diberikan. Peluang emas itu ha nya datangnya satu kali saja, jika tidak di mamfa'atkan akan menimbulkan kekece waan setidak-tidaknya bagi generasi sesu dah kita.


Berkaitan dengan itu Dr.Efrizon Dt.Inaro sebagai nara sumber ke-3 mengatakan, pembentukan NKRI tidak dapat dilepaskan dari atas bersatunya komunitas-komunitas masyarakat hukum adat. Sala satu keleng kapan dalam pengurusan diri sendiri ada nya sistem peradilan sendiri baik berupa peradilan adat. Hal itu sebagai mana diatur Psl 130 IS, Psl 3 lnd Staats blad 1932 No. 80.


Namun dewasa ini penyelesaian konflik melalui jalur judisial sering berbenturan de ngan status legal masyarakat adat. Baik sebagai subjek hukum maupun dalam status kepemilikan masyarakat adat atas objek asal usulnya. Bahkan mekanisme penyele saian masalah pada internal masyarakat adat pun makin terguras, kata tokoh inte lektual itu.


Karenakan penggunaan hukum formal semakin meminggirkan peran hukum adat dan kelembagaan adat dalam penyelesaian masalah ditingkat komunitas masyarakat adat. Dampaknya semakin dilupakan nya hukum adat dan lembaga adat. Semen tara Hak asal usul yang melekat pada ma syarakat adat berkaitan langsung dengan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam.


Hak ini bahkan sudah diakui secara kon stitusional hingga penting memberikan ke pastian hukum bagi masyarakat adat dalam pelaksanaan hak-hak tersebut. Kenda tipun melalui keputusan kepala daerah Bupati, Walikota atau Gubernur dan juga hal yang sama dilakukan oleh Menteri ATR/Agraria.


Sehubungan dengan itu diketahui 10 daerah sudah punya Perda tersebut di lndone sia Sbb; 1.Papua dengan Perda Provinsi nya No. 22 thn 2008. Ke-kab.Malinau de ngan Perdanya No.10 th 2012. Ke-3 Kab. Sanggau dengan Perda Kab.No.1 th 2017. Ke-4 Kab.Sorong dengan Perdanya No.10 th 2017. Ke-5 Kab.Kapuas Hulu dengan Perdanya No.23 th 2018.


Yang ke-6.Kab.Bengkayang dengan Perdanya No.4 th 2019. Ke-7 Kab.Luhu Utara dengan Perdanya No.13 th 2018. Ke-8 Provinsi Kali mantan Selatan dengan Perda nya No.2 th 2023. Ke-9 Kab.Pulau Pisang dengan Perdanya No.1 th 2023. Ke-10 Kab.Tanah Bumbu dengan Perdanya No.2 th 2024. Sumbar dengan 19 Kab/kota memang ketinggalan. Kendatipun landasan hukumnya konstitusi yang digodok dan di lahirkan oleh mayoritas orang Minangkabau.


Bahwa kehidupan masyarakat Minangkabau dalam falsafah "Adat basondi syarak - Syarak basondi kitabullah" (ABS-DBK). Apa yang dikatakan oleh adat disondi oleh sya rak/lslam kecuali adat yang muntanik. Arti nya, semua prilaku dalam kehidupan sehari-hari baik secara individu maupun berke lompok harus berada dalam bingkai ABS-SBK.


Kendatipun beberapa sistem, I.Pemerin tahan Desa yang berbeda dengan ruang lingkup wilayah adat, II.asal usul masyara kat adat tentanan tatacara mengatur/hukum adat, hak limbago adat dan hak kebendaan adat. III.Pengakuan dan perlindungan masyarakat adat berada dalam tatanan hukum yang tumpang tindih, sektoral dan lain-lainnya yang memicu berbagai permasala han.


Adapun kesatuan masyarakat hukum adat ada hak atas segala perlakuan dan di berikan kesempatan untuk berkembang se bagai subsistem NKRI yang maju. Tidak terkecuali hak-hak tradidionsl yang diakui dan dijujung tinggi meliputi hak Ulayat. Bahwa pengakuan itu jelas sudah merupakan pengukuhan dari pengakuan. Bukti dan landasan dari rekomendasi ini adalah konstitusi untuk dipertimbangan lahirnya Perda yang dimaksud dan dapat diujudkan.


Begitulah diantaranya dari acara yang di ketuai Gunadi Dt.Kondo Marajo bersama Yhohannes Neoldy, Acara itu digelar dalam memikirkan warga Minangkabau terutama sekali terhadap generasi mendatang di negeri gudangnya pahlawan Negara. Semoga.

           
By :YNW