Seorang kepala sekolah, Dini Fitria, kini harus berhadapan dengan hukum.
Bukan karena korupsi.
Bukan karena menyalahgunakan jabatan.
Tapi karena menampar muridnya yang ketahuan merokok di lingkungan sekolah.
Ironis.
Ketika seorang guru mencoba menegakkan disiplin dan moral, justru tangan hukumlah yang menampar balik.
Padahal dulu, guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa.
Kini, ia seolah menjadi tersangka tanpa belas kasihan.
Apakah hari ini guru hanya cukup mengajar, tanpa boleh mendidik?
Apakah pendidikan hanya diukur dari nilai rapor dan ijazah, tanpa akhlak dan sopan santun?
Ketika guru tak lagi boleh menegur keras, ketika sentuhan disiplin dianggap kekerasan, lalu siapa yang akan membentuk watak bangsa ini?
Kepada para orang tua, renungkanlah:
Guru bukan musuh anak kita.
Mereka adalah perpanjangan tangan dari rumah, yang menegakkan nilai saat kita tak di sana.
Jika anak salah dan guru menegur itu bukan aib, tapi kasih sayang dalam bentuk tegas.
Sebelum melapor, tanyakan dulu: apa yang sedang ingin diajarkan guru itu?
Dan kepada para pelajar, ingatlah: sekolah bukan tempat untuk merokok, membangkang, atau mencari popularitas.
Sekolah adalah tempat menanam masa depanmu sendiri.
Guru yang menegur keras bukan membencimu tapi sedang mencoba menyelamatkanmu dari kebiasaan yang bisa merusak hidupmu kelak.
Hargailah guru seperti kau menghargai orang tuamu.
Karena keduanya sama-sama ingin melihatmu jadi orang yang berguna,
bukan hanya pintar di kepala,
tapi juga baik di hati.
